Thursday, 28 November 2013

Hukum Harta Karun

Awal November 2013, Masyarakat Kutaraja, Banda Aceh heboh. Ini karena beberapa warga menemukan koin emas yang jumlahnya sangat banyak. Bahkan seorang warga dapat menjual sampai ratusan juta rupiah dari hasilnya "turun" ke dasar kuala Krueng Doy. Nah Bagaimana islam memandang harta tersebut. Apakah boleh dimiliki atau tidak?

Harta Temuan dalam fakta di atas adalah harta yang dalam islam disebut sebagai rikaz.

Berikut ini penjelasan Syaikh Atha Abu Rusytah ..

Tentang rikaz, maka siapa yang menemukan rikaz di dalamnya ada khumus (seperlima) yang ia serahkan kepada Daulah Islamiyah untuk dibelanjakan di berbagai kemaslahatan kaum muslimin. Empat perlima yang lain untuk orang yang menemukan rikaz dengan ketentuan rikaz itu tidak dia temukan di tanah milik orang lain.
Sedangkan jika Daulah Islamiyah belum tegak seperti halnya hari ini, maka orang yang menemukan rikaz, ia keluarkan khumus (seperlima)nya untuk orang-orang fakir dan miskin serta berbagai kemaslahatan kaum Muslimin … dan hendaknya ia mencari kebenaran dalam hal itu. Sisanya (empat perlimanya) untuk dia.

Adapun dalilnya adalah:

a. Rikaz adalah harta yang tertimbun di dalam tanah, baik berupa perak, emas, permata, mutiara dan lainnya, berupa perhiasan atau senjata. Baik itu adalah timbunan milik kaum-kaum terdahulu seperti Mesir kuno, Babilonia, Asyiriyin, Sasaniyin, Romawi kuno, Yunani kuno, dan selain mereka, seperti mata uang, perhiasan, permata yang ada di kuburan-kuburan raja-raja dan para pembesar mereka. Atau di reruntuhan kota kuno yang hancur, baik berupa mata uang, emas, perak, ditempatkan di bejana atau lainnya, disembunyikan di dalam tanah dari masa-masa jahiliyah, atau masa-masa Islam yang telah lalu. Semua itu dianggap sebagai rikaz.

Kata rikaz dibentuk dari rakaza – yarkazu, seperti gharaza – yaghrazu jika tidak tampak. Rakaza ar-ramha jika ia membenamkannya di tanah. Dan darinya ar-rikzu yaitu suara yang tidak tampak. Allah SWT berfirman:

﴿ … أَوْ تَسْمَعُ لَهُمْ رِكْزًا﴾ [مريم 98]
atau kamu dengar suara mereka yang samar-samar? (TQS Maryam [19]: 98)

Sedangkan mineral tambang maka itu adalah ciptaan Allah di muka bumi, pada saat Allah menciptakan langit dan bumi, berupa emas, perak, tembaga, perunggu dan lainnya. Al-ma’din (mineral tambang) dibentuk dari ‘adana fî al-makâni, jika menetap di situ. Dari situ disebut jannatu ‘adn (surga Adn), sebab itu adalah negeri tempat tinggal dan kekal. Jadi al-ma’din (mineral tambang) termasuk ciptaan Allah dan bukan timbunan manusia. Dengan demikian berbeda dengan rikaz. Sebab rikaz berasal dari timbunan manusia.

b. Hukum asal dalam rikaz dan al-ma’din (mineral tambang) adalah apa yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra., dari Rasulullah saw bahwa Beliau bersabda:

«اَلْعَجْمَاءُ جُرْحُهَا جُبَارٌ، وَفِيْ الرِّكَازِ اَلْخُمْسُ»
Hewan itu lukanya diabaikan dan di dalam rikaz ada khumus (seperlima) (HR Abu ‘Ubaid)

Dan apa yang diriwayatkan dari Abdullah bin Amru bahwa Nabi saw ditanya tentang harta yang ditemukan di reruntuhan kaum ‘Ad. Maka Rasulullah saw bersabda:

«فِيْهِ وَفِيْ الرِّكَازِ اَلْخُمْسُ»
Di dalamnya dan di dalam rikaz ada khumus (seperlima)

Dan apa yang diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib dari Nabi saw bahwa Beliau bersabda:

«وَفِيْ السُّيُوْبِ اَلْخُمْسُ. قَالَ: وَالسُّيُوْبُ عُرُوْقُ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ الَّتِيْ تَحْتَ اْلأَرْضِ»
 Dan di dalam as-suyub ada khumus: as-suyub adalah urat emas dan perak yang ada di dalam bumi (HR Ibn Quadamah di al-Mughni)

c. Atas dasar itu, maka setiap harta yang tertimbun berupa emas atau perak, perhiasan atau permata atau lainnya, yang ada di makam atau reruntuhan atau di kota umat-umat terdahulu, atau ditemukan di tanah mati, atau di reruntuhan kaum ‘Ad, berasal dari timbunan masa jahiliyah atau timbunan kaum Muslimin pada masa Islam terdahulu, maka menjadi milik orang yang menemukannya, yang darinya ia tunaikan khumus (seperlima) ke baitul mal.

Demikian juga setiap tambang yang kecil, tidak mengalir laksana air, yakni terbatas jumlahnya dan tidak mengalir, berupa emas atau perak, baik urat emas atau bijih, yang ada di tanah mati tidak dimiliki oleh siapapun, maka itu menjadi milik orang yang menemukannya. Ia tunaikan darinya khumus (seperlima) untuk baitul mal. Adapun jika laksana air mengalir yakni tambang bukan terbatas jumlahnya yang tertimbun, maka ini mengambil hukum kepemilikan umum dan untuk itu ada rincian lainnya.

Khumus (seperlima) yang diambil dari orang yang menemukan rikaz dan orang yang menemukan tambang, posisinya seperti fay`i dan mengambil hukum fay`i, ditempatkan di baitul mal, pada diwan fay`i dan kharaj, dibelanjakan pada pembelanjaan fay`i dan kharaj, dan perkaranya diwakilkan kepada khalifah, ia berhak membelanjakannya pada pemeliharaan urusan umat dan pemenuhan berbagai kemaslahatan umat, sesuai pendapat dan ijtihadnya, yang di dalamnya ada kebaikan dan kemanfaatan.

d. Orang yang menemukan rikaz atau tambang di harta miliknya baik tanah atau bangunan miliknya, maka ia memilikinya, baik ia mewarisi tanah atau bangunan itu atau ia beli dari orang lain. Orang yang menemukan rikaz atau tambang di tanah atau bangunan orang lain, maka rikaz atau tambang yang ditemukan itu untuk pemilik tanah atau pemilik bangunan, dan bukan milik orang yang menemukan rikaz atau tambang tersebut.

Wallahu 'alam

No comments:

Post a Comment