Monday, 11 November 2013

Demokrasi Melahirkan Pemimpin Penipu Rakyat


By: Rizqi Awal (Ketua BE BKLDK Nasional, Penulis buku)
Jelang Pemilu Legislatif dan Eksekutif 2014, partai politik dan para tokoh nasional mulai mengumbar kampanye mereka. Desain iklan yang menarik, hingga “blusukan” dilakukan demi meraih simpatik masyarakat. Entahlah, niatnya ikhlas atau memang ada maunya. Bahkan partai-partai islam, yang dulu dikenal fundamental, mulai melentur demi meraih suara rakyat yang banyak. Tak heran kini non-muslim sudah bisa dapat menjadi caleg dari partai islam.
Yang menarik hasil Litbang Kompas, yang dipublikasikan pada harian Kompas (11/11) menampilkan jajak pendapat tentang “Apakah para pemimpin bangsa saat ini cenderung berjuang untuk kepentingan bangsa atau diri dan kelompoknya ? 86,6% Responden menjawab untuk kepentingan diri dan kelompoknya. Bahkan semangat kepahlawanan di Partai Politik Demokrasi ternyata lemah. Responden sebanyak 49,3% persen menyatakan lemahnya semangat kepahlawanan pada partai di dalam Demokrasi. Sementara untuk jajaran pemerintahan, semangat kepahlawanan dinilai lemah yaitu jawaban responden 54,3 % menyatakan lemah.
Ironis memang. Kondisi masyarakat semakin kronis, sementara para pemimpin justru bersifat apatis. Terakhir isu penyadapan oleh AS dan Australia, ternyata tidak ditanggapi serius oleh Pemerintah. Inilah yang membuktikan bahwa sikap pemimpin sejati dalam demokrasi, tak dapat memberikan contoh yang baik. Ditambah dengan saat ini, banyaknya kasus tindak pidana Korupsi yang dilakukan dari eksekutif hingga Yudikatif, telah membuktikan bahwa negeri ini darurat pemimpin yang mampu bersikap teladan.
Masihkah berharap pada Demokrasi? Tentu sekali lagi, demokrasi hanya memberikan pemimpin yang ingkar janji. Pemimpin yang sebenarnya penipu rakyat. Kenapa demikian? Karena Demokrasi dan sistem Liberalisme/Kapitalisme tak mampu mengawasi dan menjaga pemimpin yang merakyat. Kalau pun ada, itu hanyalah fatamorgana belaka.
Perlu diperhatikan pula bahwa lahirnya kekuasaan yang menipu itu tidak lain dari cara pemilihannya. Sebab negara membiarkan para politikus itu bersaing dengan bebas tanpa aturan. Sehingga mereka berupaya menyuap rakyat menjelang pemilihan, kemudian mencampakkannya. Itulah Demokrasi. Kepemimpinan rakyat yang ternyata tak mampu menjadi pelindung bagi rakyatnya.
Sudah saatnya, Indonesia beralih pada sistem yang menghasilkan pemimpin yang bersifat pahlawan sejati. Sistem yang pernah merengguk kesejahteraan. Tentu, sistem itu bukan buatan manusia. Melainkan berasal dari Allah SWT. Islam, merupakan satu-satunya jalan agar Indonesia keluar dari krisis ini. Islam pula akan melahirkan pemimpin yang mampu diteladani oleh rakyatnya. Karena memang Islam bukan sekedar menguatkan sistemnya, tetapi juga akan menempa individunya.
Maka, sadarlah bahwa jargon-jargon yang dituliskan dalam selebaran, poster, baligho hingga iklan di media elektronik oleh para partai politik praktis dan politikusnya, tak lebih hanya kebohongan. Lain dengan islam. Sebab, sistem islam akan melahirkan para pemimpin yang kelak khawatir di azab oleh Allah SWT bila melakukan kezaliman dan kesewenangan kepada rakyatnya. Maka jangan heran, saat Umar ra. dilantik menjadi Khalifah, dia tak menemukan perasaan senang dan gembira. Karena Umar bin Khattab ra merasa bahwa menjadi Khalifah itu sangat berat, dan kelak setiap keputusannya akan dimintai keadilan oleh Allah SWT. Lupakanlah Demokrasi, dan ingatlah islam. Islam akan melahirkan sistemnya yang adil bernama Khilafah, dan pemimpinnya yang bijaksana dengan sebutan Khalifah.


No comments:

Post a Comment