By: Rizqi Awal (Ketua BE BKLDK Nasional, Penulis buku)
Jelang Pemilu
Legislatif dan Eksekutif 2014, partai politik dan para tokoh nasional mulai
mengumbar kampanye mereka. Desain iklan yang menarik, hingga “blusukan”
dilakukan demi meraih simpatik masyarakat. Entahlah, niatnya ikhlas atau memang
ada maunya. Bahkan partai-partai islam, yang dulu dikenal fundamental, mulai
melentur demi meraih suara rakyat yang banyak. Tak heran kini non-muslim sudah
bisa dapat menjadi caleg dari partai islam.
Yang menarik hasil
Litbang Kompas, yang dipublikasikan pada harian Kompas (11/11) menampilkan
jajak pendapat tentang “Apakah para pemimpin bangsa saat ini cenderung berjuang
untuk kepentingan bangsa atau diri dan kelompoknya ? 86,6% Responden menjawab
untuk kepentingan diri dan kelompoknya. Bahkan semangat kepahlawanan di Partai
Politik Demokrasi ternyata lemah. Responden sebanyak 49,3% persen menyatakan
lemahnya semangat kepahlawanan pada partai di dalam Demokrasi. Sementara untuk
jajaran pemerintahan, semangat kepahlawanan dinilai lemah yaitu jawaban
responden 54,3 % menyatakan lemah.
Ironis memang.
Kondisi masyarakat semakin kronis, sementara para pemimpin justru bersifat
apatis. Terakhir isu penyadapan oleh AS dan Australia, ternyata tidak
ditanggapi serius oleh Pemerintah. Inilah yang membuktikan bahwa sikap pemimpin
sejati dalam demokrasi, tak dapat memberikan contoh yang baik. Ditambah dengan
saat ini, banyaknya kasus tindak pidana Korupsi yang dilakukan dari eksekutif
hingga Yudikatif, telah membuktikan bahwa negeri ini darurat pemimpin yang
mampu bersikap teladan.
Masihkah berharap
pada Demokrasi? Tentu sekali lagi, demokrasi hanya memberikan pemimpin yang
ingkar janji. Pemimpin yang sebenarnya penipu rakyat. Kenapa demikian? Karena
Demokrasi dan sistem Liberalisme/Kapitalisme tak mampu mengawasi dan menjaga
pemimpin yang merakyat. Kalau pun ada, itu hanyalah fatamorgana belaka.
Perlu diperhatikan
pula bahwa lahirnya kekuasaan yang menipu itu tidak lain dari cara
pemilihannya. Sebab negara membiarkan para politikus itu bersaing dengan bebas
tanpa aturan. Sehingga mereka berupaya menyuap rakyat menjelang pemilihan,
kemudian mencampakkannya. Itulah Demokrasi. Kepemimpinan rakyat yang ternyata
tak mampu menjadi pelindung bagi rakyatnya.
Sudah saatnya,
Indonesia beralih pada sistem yang menghasilkan pemimpin yang bersifat pahlawan
sejati. Sistem yang pernah merengguk kesejahteraan. Tentu, sistem itu bukan
buatan manusia. Melainkan berasal dari Allah SWT. Islam, merupakan satu-satunya
jalan agar Indonesia keluar dari krisis ini. Islam pula akan melahirkan
pemimpin yang mampu diteladani oleh rakyatnya. Karena memang Islam bukan
sekedar menguatkan sistemnya, tetapi juga akan menempa individunya.
Maka, sadarlah
bahwa jargon-jargon yang dituliskan dalam selebaran, poster, baligho hingga
iklan di media elektronik oleh para partai politik praktis dan politikusnya,
tak lebih hanya kebohongan. Lain dengan islam. Sebab, sistem islam akan
melahirkan para pemimpin yang kelak khawatir di azab oleh Allah SWT bila
melakukan kezaliman dan kesewenangan kepada rakyatnya. Maka jangan heran, saat
Umar ra. dilantik menjadi Khalifah, dia tak menemukan perasaan senang dan
gembira. Karena Umar bin Khattab ra merasa bahwa menjadi Khalifah itu sangat
berat, dan kelak setiap keputusannya akan dimintai keadilan oleh Allah SWT.
Lupakanlah Demokrasi, dan ingatlah islam. Islam akan melahirkan sistemnya yang
adil bernama Khilafah, dan pemimpinnya yang bijaksana dengan sebutan Khalifah.
No comments:
Post a Comment