Anda ingin beruang? Maksud saya, punya banyak uang, baik dan berkah? Ada caranya. Murah dan mudah, namun agak tidak lumrah. Yang utama adalah mengubah mindset kita tentang uang. Anggaplah uang itu “hidup”, bisa berteman dan bersosialisasi sebagaimana kita. Dan perlakukan dia dengan baik.
Jika uang sedang “istirahat” di dompet kita, atur dia yang baik. Luruskan dan rapikan, seperti petugas bank memperlakukannya. Uang seratus ribu disatukan dengan seratus ribu, dan lima puluh ribu dengan lima puluh ribu. Angka dengan angka, gambar dengan gambar, dan kepala dengan kepala.
Jika kita memperlakukan uang seperti itu, maka dia akan merasa nyaman, senang dan bahagia di dompet kita. Dia kerasan. Jika kita membelanjakannya, dia akan woro-woro, membuat pengumuman kepada teman-temannya sesama uang besar. Tidak itu saja, dia juga akan mempengaruhi dan mengajak teman-temannya, uang seratus dan lima puluh ribu, untuk mampir ke dompet kita. Dia akan promosi bahwa dompet kita adalah rumah yang aman, nyaman, yang full AC dan full audio. Kulkas juga ada. Makanya, pastikan uang di dompet kita cuma cepek dan goban, dua pecahan rupiah terbesar. Kenapa? Karena umumnya uang cepek bersahabat baik dengan cepek, dan uang goban suka ber-soulmatedengan goban. So yang akan mereka ajak juga uang besar. Kalau kita menyimpan uang seribu dan coin, dia juga akan mengajak sesama uang receh. Bahaya. Dompet kita bisa penuh tapi cuma isi uang seribu dan coin.
Trus, bagaimana dengan pecahan dua puluh ribu rupiah ke bawah? Gampang. Berapapun, taruh di laci mobil. Itu untuk jatah sedekah kepada pengemis dan pengamen. Juga untuk uang parkir dan bayar tol. Sedekah kok uang receh? Siapa bilang?! Karena uang di dompet kita hanya bilangan seratus dan lima puluh ribu, maka ketika shalat di masjid, bertemu cleaning service, room boy atau tergerak sewaktu-waktu kepada orang yang membutuhkan di jalan, sedekahnya pasti minimal lima puluh rebu! Mosok laci mobil mau dibawa kemana-mana? Yang bener ajja.
Dan, jangan sekali-sekali menyimpan uang di dompet secara berantakan dan campur baur. Kaki disatukan dengan kepala, gambar dengan angka, seratus ribu dengan seribu dan dua ribu. Bisa pusing dia. Mengamuk. Jika keluar dompet, dia tidak mau kembali lagi kepada kita. Kapok.
Jika dompet kita sedang kosong blong alias tongpes, tenang saja. Tetap santai. Cool, calm and confidence. Bayangkan saja, kita sedang hadir di acara jamuan makan atau resepsi sebagai undangan VVIP. Di meja kita ada 5 orang. Diberi minuman segelas penuh. Diantara 5 orang itu ada 2 yang sudah minum habis, yaitu kita dan teman sebelah. 3 yang lain masih penuh, belum diminum sama sekali. Kemudian lewatlah seorang pelayan cantik di depan meja kita. Begitu sang pelayan melihat meja kita, dia menawari minuman tambahan. Pertanyaannya: Siapa yg ditawari, yang gelasnya sudah habis atau yang masih penuh?Tentu saja yang sudah kosong. So, ketika dompet kita sedang kosong, pikirkan dan katakan kepada diri kita sendiri: “Sebentar lagi, pasti ada yang menawari uang”.
Kalau mau kreatif sedikit, pas momentum yang tepat, misalnya ketika sedang bersua pengemis tua yang buta dan kelaparan, silakan curhat kepada Tuhan: “Ya Tuhan, kasihan sekali Pak Tua itu. Tapi, beginilah kalau saya tidak punya uang. Tidak kuasa membantu sesama".
Kalau mau lebih powerful, siapkan kota amal di dekat tempat tidur. Begitu bangun pagi, langsung take action sedekah minimal lima puluh ribu rupiah. Soal distribusinya kepada fakir miskin, anak yatim dll, itu mudah. Bisa besuk, lusa, sepekan atau sebulan kemudian. Yang jelas itu uang sedekah, dan sudah bukan uang kita lagi.
Pesan saya, mohon agar selalu tetap diingat. Kita, manusia, adalah makhluk (ciptaan) Tuhan yang paling mulia. Manusia lebih mulia daripada jin dan syetan, hewan dan tumbuhan. Juga jauh lebih mulia daripada alam, gunung, laut dan batu. Dan uang itu bukan ciptaan Tuhan, tapi ciptaan manusia. Tentulah derajat ciptaan manusia jauh lebih rendah daripada ciptaan Tuhan. Maka, derajat uang itu juga jauh lebih rendah daripada batu dan besi. So, jangan pernah mau diperbudak uang.
Tuhan (Khaliq) tidak membutuhkan manusia (makhluq), tapi manusialah yang membutuhkan Tuhan. Logikanya, manusia (pencipta) tidak membutuhkan uang (yang dicipta), tapi uanglah yang membutuhkan manusia. Maka jangan tempatkan uang di hati, tapi di tangan. Dan jangan jadikan uang sebagai tujuan, tapi sekedar sarana. Sarana untuk berbuat baik: untuk zakat, sedekah, memberi nafkah kepada keluarga, dll kebajikan. Wallaahu a’lam (yahya amin)
No comments:
Post a Comment