Baru-baru ini Muhammad Al Khattath, Sekjen FUI merilis beberapa nama Capres Syariah. Nama-nama tersebut antara lain:
(1) Imam Besar DPP FPI Habib Rizieq Syihab, Lc. MA;
(2) Wakil Amir MMI Ustadz KH. Abu Muhammad Jibril AR;
(3) Amir JAT Ustadz KH. Abu Bakar Ba’asyir;
(4) Ketua Majelis Syuro PBB Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra;
(6) Ketua PP Muhammadiyyah Prof. Dr. Dien Syamsuddin;
(7) Ketua Pelaksana Harian MUI/Ketua Dewan Syariah Nasional (DSN) KH. Makruf Amien;
(8) Ketua Umum PPP Dr (Hc.) Surya Dharma Ali;
(9) Mantan Ketua MPR/Ketua Fraksi PKS DPR RI Dr. KH. Hidayat Nurwahid;
(10) Sekjen MIUMI Ust. KH. Bachtiar Nasir Lc;
(11) Ketua Fahmi Tamami Haji Rhoma Irama;
(12) Ketua Baznas Prof. Dr. KH. Didin Hafidhuddin;
(13) Ketua Majelis Az Zikra KH. M Arifin Ilham;
(14) Ketua Darul Quran KH. Yusuf Mansur;
(15) Jubir HTI Ir. H. Ismail Yusanto, MM.
Menanggapi hal tersebut, Ust. Ismail Yusanto menolak dijadikan Capres Syariah. Ust Ismail menjelaskan bahwa tujuan akhir tahap perjuangan menuju tegaknya syariah dan khilafah berbeda dengan perjuangan menuju kursi presiden. Beliau mengibaratkan perjuangan seperti menaiki tangga maka tangga untuk memperjuangkan syariah dan khilafah itu berbeda dengan tangga menuju kursi presiden atau alias tidak nyambung antara kursi presiden dengan tegaknya khilafah.
Beliau berpendapat bahwa tidak ada hubungan antara perjuangannya selama ini dengan kursi presiden.
Saya mengapresiasi yang dilakukan teman-teman FUI untuk mendorong calon presiden yang dianggap lebih syar'i, namun untuk menegakkan syariat islam di Indonesia tidak cukup untuk memilih presiden yang baik tapi interaksi yang berjalan secara kontinyu oleh seluruh penduduk yg terangkum dalam SISTEM juga harus diubah. Ini malah lebih penting. Tidakkah kita melihat pelajaran yang diberikan Allah SWT melalui presiden Mesir yakni MURSI?
Kesimpulannya untuk menegakkan syariat Islam tidak cukup dipimpin seorang yang amanah, tapi sistemnya juga harus Islami. Seperti pepatah "The good men in right car".
No comments:
Post a Comment