Friday, 27 September 2013

3 jenis jalur kebenaran

Ada tiga jenis jalur kebenaran:

1. Kebenaran deduktif atau disebut juga kebenaran subjektif / otoritatif. Ini adalah kebenaran yang tergantung otoritas. Seorang ayah berhak memberi nama anaknya. Kalau anaknya dinamai Ahmad, tentunya PASTI SALAH, kalau orang lain memanggilnya Paul. Pemerintah Indonesia berhak mengatur lalu lintas agar jalan di kiri, jadi PASTI SALAH kalau jalan di kanan; padahal di USA mobil jalan di kanan, tapi negara ini kan tidak diperintah oleh USA. Allah berhak menghalalkan perdagangan dan mengharamkan riba, jadi PASTI SALAH yang menghalalkan riba, atau menyebut riba = dagang.

2. Kebenaran naratif atau transmisif. Ini adalah kebenaran yang tergantung akurasi penyampaian. Kalau instrumen ukur sudah rusak atau orang sudah pelupa atau orang tidak menguasai persoalan yang disampaikannya, maka kualitas kebenaran ini menjadi berkurang. Kalau kau katakan merah adalah merah, itu benar, tapi kalau kau katakan merah adalah pink, itu PASTI TIDAK AKURAT, apalagi merah dikatakan hijau. Kalau tidak akurat, dampaknya bisa bahaya, mobil bisa tabrakan di persimpangan. Hadits dhaif bisa dikira shahih. Hilal yang belum ada bisa dikira sudah ada, sehingga kapan Iedul Fitri / Hari Arafah bisa keliru.

3. Kebenaran induktif atau disebut juga kebenaran objektif atau konklutif. Ini adalah kebenaran yang TIDAK TERGANTUNG otoritas ataupun akurasi. Kebenaran induktif semata-mata tergantung objeknya sendiri. Selama seluruh dalil, data dan fakta dikemukakan, dan kesimpulannya TIDAK MENSISAKAN SATUPUN KEJANGGALAN, maka insya Allah kesimpulan itu benar. Tetapi begitu ada satu dalil atau satu fakta tidak sesuai dengan kesimpulannya, maka kebenarannya menjadi diragukan. Sekali lagi, kebenaran jenis ini tidak tergantung siapa yang ngomong, mau profesor, mau syaikh, bahkan nabi sekalipun ...

Karena itulah, seorang Nabi membatasi diri pada kebenaran deduktif yang memang bersumber pada wahyu, dan naratif yang didasarkan pada akurasi dan kejujurannya; sedang pada soal teknologi, "Antum a'lamu umuri dunyakum".

Dan para mujtahid seperti Imam Syafii membuat disclaimer, "Pendapatku benar, tetapi ada kemungkinan salah" --- yakni kalau di kemudian hari ditemukan satu saja kejanggalan, yaitu ketika ditemukan dalil baru atau fakta baru yang belum masuk".

Jadi tidak benar kalau semua kebenaran itu relatif. Yang relatif cuma kebenaran induktif, sampai ditemukan satu saja kejanggalan.

Wallahu a'lam.

No comments:

Post a Comment